Konsep Dasar CSR

Konsep Dasar CSR

Corporate Social Responsibility [CSR]
kolom-petroleum.blogspot.com

Merupakan isu marginal yang kini menjadi isu sentral, bahkan ditempatkan di posisi yang kian terhomat.

1.      Dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang konsep dasar dan isu-isu yang terkait dengan masalah ini.
2.      Patut disayangkan bila sekedar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaat dari CSR, maka konsep dan sistim yang bagus itu tidak akan well implemented, dan bahkan menjadi jargon atau anekdot belaka.
3.      Beberapa hal yang perlu diketahui antara evolusi dan definisi CSR, hubungan CSR dengan Good Corporate Governance [GCG], konsep Sustainable Development, konsep Triple Bottom Line dan prinsip-prinsip atau pedoman CSR.

EVOLUSI CSR

CSR kini marak diimplementasikan di perusahaan, mengalami evolusi dan metamorfosis. Dalam rentang waktu yang cukup panjang. Ada beberapa tahapan sebelum gema nya lebih terasa. Garis besarnya berdasarkan literatur, tahapan perkembangannya dapat dideskripsikan.

Pada saat industri berkembang kebanyakan perusahaan memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka dan memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produknya dan pembayaran pajak kepada negara.

Seiring berjalannya waktu masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa melainkan juga menuntut untuk bertanggungjawab secara sosial.

Karena terdapatnya ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan memberikan dampak negatip, misalnya eksploitasi Sumber Daya dan lingkungan karena itulah yang melatarbelakangi munculnya konsep dasar CSR yang paling primitif: Kedermawanan yang bersifat karitatif.

Pada tahun 1950-an kemiskinan dan keterbelakangan mulai mendapatkan perhatian lebih luas dan saat inilah era modern dari CSR dimulai.
Howard R. Bowen ditulis tahun 1953 merupakan literatur awal yang menjadi tonggak sejarah modern, Bowen diganjar dengan sebutan “Bapak CSR”

Pada dekade itu juga diramaikan “Silent Spring” dan persoalan lingkungan diwacanakan dalam tataran global, Rachel Carson mengingatkan kepada masyarakat dunia bahwa betapa mematikannya pestisida bagi lingkungan dan kehidupan dan sejak itu perhatian terhadap masalah lingkungan semakin berkembang. Dan mendapat perhatian luas.
Pemikiran tentang korporasi yang lebih manusiawi “The Future Capitalism” yang ditulis  Lester Thurow tahun 1966, Kapitalisme tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun unsur sosial dan lingkungan menjadi basis yang nantinya disebut Sustainable Society.

The Limits to Growth hasil pemikiran para cendikiawan dunia yang tergabung dalam Club of Rome, mengingatkan, bumi yang kita pijak mempunyai keterbatasan daya dukung, disisi lain manusia bertambah secara eksponensial. Eksploitasi alam dilakukan secara hati-hati supaya dapat diakukan berkelanjutan.

Sejalan dengan kepedulian lingkungan, kegiatan perusahaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy serta Community Developmenf [CD], terjadi perpindahan penekanan dari fasilitasi dan dukungan pada sektor produktif ke arah sektor sosial. Kesadaran peningkatan produktivitas hanya akan menahan orang miskin tetap miskin. Berbagai program dilakukan seperti penyediaan  sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, air bersih dan banyak lagi.

Definisi CSR

The World Business Council for Sustainable Development [WBCSD] mendefinisikan CSR sebagai Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.”

Versi lainnya dilontarkan oleh World Bank, memandang CSR ini sebagai “ the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve the quality of life, in ways that are both good for business and good for development

CSR forum memberikan definisi “CSR mean open and transparent business practice that are base on ethical value and respect for employees, communities and environment.

Good Corporate Governance [GCG] telah menjadi istilah dan gerakan yang begitu hangat diperbincangkan, institusi-institusi global turut jadi pemantik untuk menyalakan api impelmentasi GCG secara konsisten di dunia usaha.

GCG bermula dari krisis finansial yang terjadi di berbagai kawasan. Banyak pihak menilai bahwa krisis finansial ini dipandang karena lemahnya praktek GCG.

Sampai saat ini belum ada kata sepakat  tentang definisi GCG, umumnya dipahami sebagai suatu sistim, dan perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.

Dalam arti luas GCG digunakan untuk mencegah terjadinya kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan sekaligus dapat memperbaiki masalah tersebut dengan segera.



Prinsip-prinsip GCG.

Terdapat 5 prinsip GCG yang dijadikan pedoman oleh para pelaku buiness yaitu:

1.      Transparancy.
Dalam mewujudkan prinsip ini perusahaan dituntut menyediakan informasi yang akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders.
2.      Accountability.
Adanya kejelasan tentang fungsi, struktur, sistim dan pertanggungjawaban elemen perusahaan.
3.      Responsibility.
Kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku diantaranya adalah masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkugan hidup, memelihara lingkungan business yang kondusif bersama masyarakat dsb.
4.      Independency.
Prinsip ini mensayaratkan agar perusahaan dikelola secara proesional tanpa ada benturan, intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5.      Fairness
Perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholders sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


KTT Bumi di Rio de Janeiro.

Sejak konferensi di Stockholm, polarisasi diantara kaum developmentalist dan evnvironmentalist semakin tajam. Dua puluh tahun setelah konferensi lingkungan hidup di Stockholm atau 5 tahun setelah terbitnya “Laporan Bruntland”, PBB menyelenggarakan Konferensi Khusus Masalah Lingkungan dan [United Nation Conference on Environment and Development/UNCED] atau yang lebih dikenal dengan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil.

Slogan “Think Globally, Act Locally” yang diusung KTT Bumi ini menjadi populer untuk mengekspresikan perilaku ramah lingkungan.

Hasil dari KTT Bumi antara lain adalah kesepakatan para pemimpin dunia untuk mengkompromikan berbagai rencana besar terkait dengan pembangunan atas perlindungan lingkungan hidup, pembangunan ekonomi dan sosial.

Kesepakatan tersebut dituangkan dalam 3 dokumen yang secara hukum mengikat [legally binding] dan 3 dokumen yang secara hukum tidak mengikat [non legally binding].

Legally binding documents terdiri dari:

1. Convention on Biological Diversity [CBD] bertujuan untuk melestarikan beraneka ragam sumber daya genetika [plasma nuftah], spesies, habitat dan ekosistim.
2. United Nation Framework Convention on Climate Change [UNFCCC] bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir sampai pada tingkat yang dapat mencegah campur tangan manusia yang berbahaya terhadap iklim.
3. Covention to Combat Desertification [CCD] atau konvensi tentang mengatasi degradasi lahan.

Sedangkan non legally binding documents terdiri dari :

1.      Rio Declaration tentang 27 prinsip yang menekankan hubungan lingkungan dan pembangunan.
2.      Forest Principles [Authoritative Statement of Principles for Global Consensus on Management, Conservation and Sustainable Development of All Type of Forest] menyatakan pentingnya hutan bagi pembangunan ekonomi, penyerapan karbon atmosfer, perlindungan keragaman hayati, dan pengelolaan daerah aliran sungai.
3.      Agenda 21 yang merupakan rencana komprehensip mengnai program pembangunan berkelanjutan ketika memasuki abad ke 21.

KTT Pembangunan berkelanjutan di Johannesburg.

Pasca KTT Rio kondisi dunia kian memburuk, ini dibuktikan kemiskinan di negara berkembang makin merajalela, sementara tingkat konsumsi di negara maju terhadap SDA yang merusak lingkungan dan tidak sustainable juga terus meningkat pesat.
Di balik itu justru mulai muncul berbagai gerakan di seluruh dunia, sepuluh tahun setelah KTT Rio, PBB memutuskan untuk menyelenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan [World Summit on Sustinable Development] di Johannesburg, Afrika Selatan.

Konferensi dunia yang disebut juga Rio+10 yang menghasilkan:

1.      Dokumen pertama berupa Deklarasi Johannesburg untuk Pembangunan Berkelanjutan. Isinya, tantangan dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan.
2.      Dokumen Kedua, Recana Implementasi. Dokumen ini berisi upaya-upaya yang dilakukan berdasarkan prinsip bersama tapi dengan tanggungjawab yang berbeda, dengan mengintegrasikan elemen ekonomi, ekologi dan sosial yang didasarkan tata penyelengaraan pemerintahan yang baik.
3.      Dokumen ketiga, kerjasama yang dikenal dengan istilah Type II, yang dimaksudkan adalah mempercepat proses pembangunan berkelanjutan yang merata secara internasional dengan dukungan dana dari negara negara maju secara internasional.

Deklarasi Johannesbirg menggaris bawahi pembangunan berkelanjutan mempunyai 3 pilar, yaitu ekonomi, lingkungan hidup dan sosial. Intinya pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan sekaligus mengusahakan pemerataan yang seadil-adilnya.

Pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Indonesia menempatkan pembangunan ekonomi sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Karena itu perhatian terhadap masalah lingkungan dan masalah sosial masih lebih banyak menjadi wacana ketimbang realita.
Pembangunan berkelanjutan masih menjadi jargon beraroma manis, bukan hanya di level bawah bahkan para pengambil keputusanpun belum mempunyai pemahaman dan komitmen kuat.

Jelas bahwa masalah pembangunan berkelanjutan adalah masalah kompleks. Persoalan ini berakar dari paradigma yang bersifat partial fragmentatif, karena itu perlu pergeseran holistik dan integratif,

Pendekatan pembangunan ini memang masih jarang dilakukan, terlebih di era otonomi. Pemerintah hanya berfikir bagaimana meningkatkan Pendapatan Hasil Daerah, soal dampak lingkungan itu urusan belakangan. Ini menyebabkan kerjasama antar daerah nyaris tidak ada.

Karena itu semua pihak harus proaktif dalam memahami berbagai konsep pembangunan berkelanjutan untuk kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan membuka berbagai literasi, mengundang pakar, melakukan benchmarking dan kemudian diimplementasikan dengan cara menggunakan teknologi tepat guna, ramah lingkungan, sesuai kebutuhan dan berbasis sosial budaya masyarakat.

Konferensi-konferensi seperti KTT Rio de Janeiro, KTT Johannesburg dan lainnya telah merumuskan agenda penting mengenai masa depan umat manusia..

Protokol Kyoto.

Selama ini kita memahami kalau perubahan iklim merupakan peristiwa alamiah saja. Salah satunya adalah peningkatan suhu bumi. Majalah National Geographic menurunkan data iklim dari berbagai institusi yang menunjukkan fakta yang mengerikan. Suhu bumi mengalami peningkatan yang sangat cepat seiring dengan meningkatnya kadar karbondioksida di atmosfir sekitar tahun 1960-an hingga akhir-akhir ini.

Bila ditelusuri pertumbuhan penduduk dan energi fosil secara besar-besaran sejak adanya revolusi industri menjadi pemicu terjadinya pemanasan global. Gas rumah kaca merupakan hasil dari proses penguapan air, fotosintesa, letusan gunung berapi dan sebagainya.

Saat ini efek domino dari peningkatan gas rumah kaca ini berimbas pada sendi-sendi kehidupan masyarakat, seperti perubahan iklim yang sangat sulit diprediksi. Para petani yang paling merasakannya karena merasa kebingungan untuk mengatur pola tanam. Entah karena panas yang berkepanjangan ataupun sebaliknya.

Menyadari permasalahan tsb berbagai pihak berupaya melakukan pengendalian thd gas rumah kaca akibat gas buangan yang dilepaskan oleh manusia dari industrialisasi, kendaraan bermotor, penebangan bahkan kebakaran hutan.

Peran menjaga laju pemanasan global akibat peningkatan emisi gas rumah kaca atau Green House Gases [GHGs] tsb disepakati dengan prinsip “Kewajiban Bersama dan Berbeda Tanggung Jawab”

Negara Annex 1 yaitu negara yang lebih dulu mengeksploitasi SDA, diwajibkan secara hukum mengurangi emisi gas rumah kaca yang a.l. CO2, CH4, N2O, NHCS, PSCF, SF6, minimal 5,25%

Dalam Protokol Kyoto ini juga diatur sebuah mekanisme yang disebut flexible mechanism yang terdiri dari:
1.      Joint Implementation kerjasama antar negara Annex 1 [negara maju] dalam upaya menurunkan efek gas rumah kaca.
2.      Clean Development Mechanism [CDM] suatu mekanisme di bawah protokol Kyoto yang dimaksudkan untuk membantu negara-negara maju atau industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GHGs. Mekanisme ini menawarkan win-win solution dimana negara maju menanamkan modalnya dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan GHGs dengan imbalan CER [Certified Emision Reduction].
3.      Emission Trading, bentuk tukar menukar kredit emisi antara negara Annex 1 dalam memenuhi target mereka.


KTT Millenium di New York.

Saat ini masalah kemiskinan sudah menjadi masalah global. Wujud kepedulian dunia terhadap kemiskinan adalah lahirnya United Millenium Declaration yang berupa Millenium Development Goals [MDGs] yang disepakati oleh 189 negara anggota PBB dalam KTT Millenium bulan Desember tahun 2000.

MDGs memiliki 8 tujuan dan 18 yang harus dicapai sebelum tahun 2015 yaitu:

1.Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan yang parah.
2. Pencapaian pendidikan dasar secara universal
3. Mengembangkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan
4. Mengurangi kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu, mengurangi dua pertiga rasio kematian.
6. Perlawanan terhadap HIV/Aids, malaria dan penyakit lainnya
7. Menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Membedah Konsep Triple Bottom Line.

Dipopulerkan oleh John Elkington tahun 1997 melalui bukunya Cannibal with Forks, the Triple Bottom Line of twentieth Century Business. Dalam hal  ini Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan “3P”, selain mengejar profit perusahaan memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat [people] dan menjaga kelestarian lingkungan [planet].
Sosial [people]



Lingkungan [planet]                              Ekonomi [profit]  

Dalam gagasan tsb perusahaan tidak lagi dihadapkan oleh single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfeleksikan hanya segi finansialnya tapi juga aspek sosial dan lingkungan.

Profit

Profit merupakan unsur terpenting dalam setiap kegiatan usaha. Tak heran seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak saham setinggi-tingginya.

Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrakprofit antara lain meningkatkan produktifitas dan melakukan efisiensi biaya. Peningkatan produktivitas dapat diperoleh dengan memperbaiki manajemen kerja, mengurangi aktivitas yag tidak eifisien, menghemat waktu proses dan pelayanan

People [Masyarakat Pemangku Kepentingan]

Menyadari bahw masyarakat adalah pemegang stake holders penting bagi perusahaan, karena dukungan mereka terutama masyarakt sekitarsangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan.

Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi emberikan dampak  kepada masyarakta. Intinya bila ingin eksis dan akseptabel, perusahaan harus menyertakan pula tanggungjawab  bersifat sosial.

Memang tiak bisa dipungkiri adanya anggapan bahwa tanggungjawab sosial bukanlah aktivitas utama bagi pelaku bisnis. Fokus utama adalah mendongkrak laba. Anggapan ini membawa perusahaan melihat tanggung jawab sosial sebagai hal eksternal dalam kegiatan bisnis atau bersifat sebagai lipstick atau asesori bukan sebagai aktivitas yang termasuk pada “jantung hati” kegiatan bisinis.

Dalam hal ini bentuk tanggungjawab sosial perusahaan bersifat syarat perlu, yang didasarkan atas pilihan sendiri, bukan karena “dipaksa”oleh aturan atau “tekanan” masyarakat dan datang dari niat baik yang tulus.

Planet [Lingkugan]

Unsur ketiga yang harus diperhatikan adalah Planet atau lingkungan Jika perusahaan ingin tetap eksis maka harus menyertakan pule tanggungjawab kepada lingkungan. Hubungan kita dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana kita merawat lingkungan maka lingkungan akan memberikan manfaat kepada kita.

Namun sayangnya masih banyak diantara kita yang masih kurang peduli dengan lingkungan seperti ini. Hal ini disebabkan tidak ada keutungan langsung di dalamnya. Keutungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang wajar.

Kurangnya kepedulian terhadap lingkungan kerap harus dibayar dengan harga yang mahal dengan timbulnya berbagai macam penyakit, bencana lingkungan atau kerusakan alam lainnya. Kasus luapan lumpur Sidoarjo menjadi contoh paling hangat tentang dampak yang ditimbulkan akibat kelalaian menjaga lingkungan.

ISO 26000: Guidance Standard on Social adalah panduan dan standardisasi untuk tanggungjawab sosial [social responsibility]. Ada 4 agenda pokok yang menjadi program kerja tim ISO hingga tahun 2008.

Sebelumnya sudah ada Institusi Internasional yang telah me release prinsip-prinsip dasar yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan CSR.

Prof Alyson Warhurst dari Universitas of Bath, Inggeris, tahun 1998 mengajukan prinsip-prinsip CSR sbb:

01. Prioritas korporat.
Mangakui tanggungjawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu pembangunan berkelanjutan

02. Manajemen terpadu
Mengintehrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis ssebagai satu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen.

03. Proses Perbaikan.
Secara berkesinambungan memperbaiki kebijakan program dan kinerja sosial korporat, berdasarkan temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial serta menerapkan kriteria sosial tsb secara internasional.

04. Pendidikan Karyawan.
            Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan.

05. Pengkajian
Melakukan kajian dampak sosial ebelum memulai keiatan proyek baru dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkannya

06. Produk dan Jasa
            Mengembangkan produk dan jasa yang tak berdampak negatif secara sosial

07. Informasi Publik
Memberi informasi dan mendidik pelanggan distributordan publik tentang penggunaan yang aman, transportasi, penyimpanan dan pembuangan produk dan begitu pula dengan jasa.

08. Fasilitas dan Operasi
Mengembangkan ean mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatn yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial.

09. Penelitian
Melakukan atau mendukung tentang dampak yang terkait dengan kegiatan usaha untuk mengurangi dampak yang negatif.

10. Prinsip Pencegahan
Memodifikasi manufaktur untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif
11. Kontraktor dan Pemasok
Mendorong penggunaan prinsip tanggungjawab sosial korporat yang dijalankan kalangan kontraktor dan pemasok, disampig itu bila diperlukan mensyaratkan perbaikan alam praktik bisnis yang dilakukan  kontraktor dan pemasok.

12. Siaga Menghadapi Darurat
Menyusun dan merumuskan renana menghadapi keadaan darurat dan dapat bekerja sama dengan instansi berwenang dan komunitas lokal.

13. Transfer Best Practice
Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang bertanggungjawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.

14. Memberi Sumbangan
Sumbangan untuk usaha bersama , pengembangan kebijakan publik dan bisnis untuk meningatkan esadaran tentang tanggungjawab sosial.

15. Keterbukaan
Menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik mengantisipasi dan memberi respons terhadap potential hazards dan dampak operasi, produk, limbah atau jasa.

16. Pencapaian dan Pelaporan
            Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriiteria korporat dan peraturan perundang-undangan dan menyampaikan informasi tsb kepada dewan direksi, pemegang saham pekerja dan publik.

Sedangkan OECD, pada saat pertemuan para Menteri negara anggota di Paris tahun 2000, menyepakati pedoman perusahaan multinasional yang meliputi:

01.  Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
02.  Menghormati hak-hak azasi manusia yang dipengaruhi kegiatan yang dijalankan perusahaan.
03.  Mendorong pembangunan kapaitas lokal melalui kerjasama yang erat dengan komunitas lokal, termasuk kepentingan bisinis untuk sejalan dengan kebutuhan praktik perdagangan.
04.  Mendorong pembentukan human capital khususnya melalui penciptaan kesempatan kerja dan memfasilitasi pelatihan bagi para karyawan
05.  Menahan diri untuk tidak mencari atau menerima pembebasan diluar yang dibenarkan secara hukum.
06.  Mendorong dan memegang trguh prinsip-prinsip Goo Corporate Governance [GCG]
07.  Mengembangkan dan menerapkan praktek-praktik sistim manajemen yang mengatur diri sendiri secara efektif guna menumbuhkembangkan relasi saling percaya diantara perusahaan dan masyarakat tempat perusahaan beroperasi.
08.  Mendorong kesadaran pekerja yang sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui penyebar luasan informasi tentang kebijakan-kebijakan itu kepada pekerja termasuk melalui program-program pelatihan.
09.  Menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tebang pilih [diskriminatif] dan indisipliner.
10.  Mengembangkan mitra bisnis, termasuk para pemasok, subkontraktor, unuk kenerapkan aturan perusahaan yang sejalan dengan pedoman tsb.
11.  Bersikap abstain terhadapsemua keterlibatan yang tak sepatutnya dalam kegiatan-kegiatan politik lokal.

Selanjutnya Dow Jones Sustainable Group Indexes mengembangkan prinsip-prinsipnya dalam prinsip-prinsip keberlanjutan



Share:

Posting Lainnya:

Disqus Comments